Saturday, May 21, 2016

Cerutu (Cigar) Indoesia



Berjaya di era kolonial, kini menyumbang 34 persen market share dunia.


Di beberapa kota besar di Indonesia, terutama di Jakarta, mulai ngetrend gaya hidup menyesap wine dan mengisap cerutu. Namun mungkin tidak banyak dari para pengisap cerutu di Indonesia yang tahu bahwa cerutu yang mereka nikmati mungkin dari Indonesia atau setidaknya berbahan baku tembakau Indonesia.

Namanya, Jopi. Perawakannya tinggi dan seluruh rambutnya sudah memutih. Di Jember, ia dikenal sebagai salah satu pakar cerutu. Memasuki usianya yang ke-75, ia masih tampak sigap. “Saya awet muda karena sayang kepada tanaman.” ia menjawab pertanyaan saya tentang bagaimana resep awet muda sambil mengajak masuk ke gudang pengolahan tembakau sekaligus tempat pembuatan cerutu di mana ia bekerja sebagai konsultan.

Jopie mengaku kalau sejak kakek buyutnya, hampir semua keluarga besarnya berbisnis tembakau. Ia sendiri bersekolah hanya sampai setara kelas 5 sekolah dasar. Selebihnya, ia mulai membantu ayahnya menanam tembakau. “Sejak kecil saya sudah ke sawah, ikut menanam tembakau, mengikuti proses budidaya lalu mengeringkan dan kemudian membawa hasil panen itu ke perusahaan-perusahaan Belanda.”

Ketika Jopie berumur 19 tahun, ayahnya dipercaya oleh orang Belanda untuk bekerja di pabrik tembakau. Mulai saat itu pula, Jopie diajari ayahnya untuk mengenali tembakau Na-oogst berdasarkan mutunya.

“Setahun lebih saya belajar memisahkan tembakau yang kotor dan bersih, warna yang terang dan gelap, warna yang rata dan tidak.  Setelah itu saya mulai belajar tentang pengeraman tembakau. Baru setelah merasa bisa, saya belajar packing untuk ekspor.”

Menurutnya, Indonesia sudah dikenal dunia lewat tembakau Na-oogst sejak tahun 1839. Ada tiga daerah di Indonesia yang dianggap memiliki tembakau kualitas dunia sebagai bahan cerutu yaitu Deli Serdang, Klaten atau biasa disebut Vorstenlanden (wilayah keraton) dan daerah Karesidenan Besuki termasuk Jember.

Di Indonesia dikenal dua jenis tembakau: Na-oogst dan Voor-oogst. Jenis pertama yang dipakai sebagai bahan cerutu sedangkan jenis kedua dipakai sebagai bahan rokok. BaikNa-oogst maupun Voor-oogst berasal dari bahasa Belanda. Na artinya “setelah” sedangkan Voor artinya “sebelum”. Jadi kira-kira, menurut Jopie yang masih fasih berbahasa Belanda, tembakau Na-oogst ditanam setelah musim padi, sedangkan Voor-oogst ditanam sebelum musim padi. Tetapi penjelasan itu tentu masih membingungkan banyak orang jika dilihat dalam konteks kekinian.
Jopie kemudian memberi penjelasan lebih gampang, Na-oogst ditanam di musim yang masih ada hujan menjelang kemarau, lalu dipanen di saat memasuki musim hujan kembali. Sedangkan Voor-oogst sama seperti Na-oogst, ditanam ketika musim masih hujan menjelang musim kemarau, dan dipanen di musim kemarau. Itu dari sisi musim tanam dan panen, sedangkan kalau dari sisi karakter, daun tembakau Na-oogst terlihat lebih hijau, halus dan tipis. Kebalikan dari itu, daun tembakau Voor-oogst lebih bertekstur kasar dan tebal.
“Dulu,” tuturnya, “tembakau Na-oogst langsung dilelang di Amsterdam, Belanda. Tapi setelah program nasionalisasi perusahaan asing oleh Bung Karno, lelang tembakau Na-oogst pindah ke Bremen, Jerman.”
Cerutu terdiri dari tiga bagian: isi (filler), pembalut (binder) dan pembungkus paling luar (wrapper). Tembakau Deli dikenal sebagai wrapper yang bagus kualitasnya karena cuacanya cenderung mendung dan basah sehingga menghasilkan tembakau yang halus, rata, bersih dan aromanya netral. Sedangkan tembakau Klaten dan Jember terkenal bisa menghasilkan ketiga bahan itu. Biasanya kualitas cerutu yang bagus terdiri dari tiga tembakau yang berasal dari Indonesia, Kuba dan Brazil.

Sekarang, perusahaan tempat Jopie bekerja sebagai konsultan, mengekspor ke banyak negara seperti Jerman, Belanda, Belgia, Denmark, Prancis, Inggris, Mesir, Amerika, Afrika Selatan dan Jepang. “Paling banyak sekarang kita ekspor ke Jepang dan Mesir. Negara tujuan ekspor memang semakin banyak, tetapi permintaan semakin mengecil,” ungkap Jopie dengan suara pelan.
Bahkan menurut Jopie, tembakau Deli boleh dibilang nyaris tidak berproduksi lagi. Sedangkan tembakau Klaten menurun drastis. “Di Jember juga terjadi penurunan, tapi produksinya jauh lebih banyak dibanding Deli dan Klaten. Jember masih menghasilkan antara 8.000 sampai 9.000 ton per tahun dan tembakau Na-oogst dari Jember masih menjadi acuan dunia.”

Ketika ditanya mengapa terjadi penurunan produksi tembakau Na-oogst, Jopie menjawab, “Pengisap cerutu semakin menurun, lalu ada faktor kampanye antirokok yang cukup berhasil terutama di Eropa dan Amerika. Kemudian juga ada pergantian selera dari mengisap cerutu besar ke cerutu sedang dan kecil. Selain itu ada juga faktor manajemen yang kurang baik. Dulu orang berbisnis tembakau karena suka dan berpengalaman. Sekarang ini sepertinya banyak diurus oleh orang-orang yang tidak begitu paham soal tembakau Na-oogst. Coba kita lihat sekarang tembakau Deli, daunnya kecil-kecil dan rendemennya juga semakin kecil.”

Untuk menghadapi penurunan permintaan atas tembakau Na-oogst, Jopie menyampaikan strateginya yakni terus membuat cerutu dengan kualitas yang bagus dan berusaha agar terjangkau oleh berbagai kalangan terutama kalangan menengah ke bawah.

Jember selain mengekspor tembakau sebagai bahan cerutu juga mengekspor cerutu yang sudah jadi. PTPN X adalah salah satu penghasil tembakau Na-oogst dan pengekspor cerutu. Berbeda dengan perusahaan tempat Jopie bekerja, perusahaan negara ini mengekspor tembakau Na-oogst terbanyak ke Eropa (92 persen), Amerika (5 persen) dan Afrika (2 persen). Sedangkan yang 1 persen untuk pasar domestik.

Menurut data dari PTPN X tembakau Na-oogst dari Jember memiliki kualitas yang bagus karena mampu menyerap hujan sepanjang musim tanam sehingga dalam keadaan cuaca yang tidak menentu, produksi tembakau Na-oogst relatif stabil. Selain itu, tanaman tembakau Na-oogst Jember relatif tahan hama dan produktivitasnya tinggi.

Satu lagi, pasar cerutu internasional mensyaratkan tembakau yang minim dari intervensi pestisida. Hal itu diakui oleh Jopie. “Sudah lama kita melakukan bimbingan ke para petani agar tidak menggunakan pestisida yang dilarang.” Dan berdasarkan penelitian PTPN X, tembakau hasil perkebunan mereka, terutama di unit Ajung-Kertosari merupakan tembakau dengan residu terendah sedunia

No comments:

Post a Comment